Menghadapi
pemeriksaan pajak, bagi sebagian besar perusahaan merupakan mimpi buruk—momok
menakutkan. Entah mengapa, dari sekian banyak perusahaan yang saya kenal
selama ini, nyaris semuanya merasa terbebani oleh pemeriksaan pajak. Tak jarang
juga pemilik usaha yang menjadi khawatir, lalu stress. Bukannya menunjukan
sikap cerdas, malahan cenderung menunjukan sikap panik yang samasekali
kontra-produktif.
Bisa
saya pahami. Sumber utama kekhawatiran sesungguhnya adalah: ketidaktahuan
terhadap peraturan pajak beserta teknis pelaksanaannya. Inipun lumrah
sekaligus logis. Bagaimana mungkin pengusaha bisa tahu dan memahami peraturan
pajak yang begitu banyak. Para pengusaha tidak punya cukup waktu untuk membaca
apalagi belajar aturan perpajakan dan segala tetek-bengeknya. Tentu, akan lebih
baik jika pikiran dan tenaga mereka fokuskan untuk membuat strategi-strategi
pengembangan usaha. Sangat bisa saya mengerti.
Konsultan
Pajak? Hmm… Meskipun ada juga yang jujur
dan profesional (tentunya dengan fee selangit), sebagiannya lagi fee-nya
terjangkau tetapi lebih banyak menimbulkan kepusingan dibandingkan meringankan.
Ada juga konsultan pencetak SSP dan pengisi SPT (bukan konsultan pajak)—yang
sebenarnya bisa dilakukan oleh pagawai accounting persahaan itu sendiri.
Cukup.
Tujuan saya mempublikasikan ini bukan untuk membuat pembaca menjadi pusing.
Melainkan untuk memberi sedikit masukan tentang bagaimana caranya menghadapi
pemeriksaan pajak dengan baik—tanpa perlu stress, apalagi panik.
Banyak
wajib pajak yang memilih menghindar ketika didatangi petugas pajak. Saya tahu,
itu sering dianjurkan oleh para konsultan pajak, seperti mereka sering
sebutkan, “jangan lakukan penggelapan pajak (tax evasion), tapi
lakukan penghindaran (tax avoidance)“. Wrong move! Jangan
ikuti anjuran sesat itu. Percuma. Menghindari petugas pajak hanya akan
memperlama proses pemeriksaan. Ada 2 fakta penting untuk diketahui, sehingga
menghindar samasekali bukan langkah cerdas:
- Fakta-1. Yang diperiksa adalah badan (perusahaan), bukan diri peribadi direktur, pimpinan atau pemilik perusahaan. Sehingga, petugas pajak akan tetap melangsungkan pemeriksaan dengan atau tanpa kehadiran pimpinan perusahaan. Sikap menghindar hanya akan membuat banyak keterangan yang dibutuhkan menjadi tidak ada, dan itu akan membuat proses pemeriksaan menjadi berlarut-larut.
- Fakta-2. Suatu perusahaan menjadi target pemeriksaan bukan karena diundi, tetapi karena setelah dianalisa pihak DJP perlu melakukan pemeriksaan. Sehingga, seberapa keraspun usaha WP untuk menghindar, tetap saja akan diperiksa. Sekali-duakali mungkin bisa menghindar, tetapi DJP tidak akan membatalkan pemeriksaan hanya karena WP menghindar. Salah-salah, penghindaran itu bisa dianggap sebagai dasar untuk menetapkan utang pajak sesuai data yang mereka miliki saja—dan cenderung lebih besar dibandingkan yang seharusnya.
Sehingga
dalam kasus ini, menghindar bukanlah sikap yang cerdas. Hadapi dengan tenang.
Jangan ikuti anjuran konsultan pajak yang menjerumuskan. Mereka samasekali
tidak mengerti bisnis anda. Bukannya meringankan beban anda, yang ada malah
membuat masalah baru.
Di
kantor manapun, dari sekian banyak pegawai, ada saja yang lebih mengedepankan
arogansi ketimbang profesionalitas. Terlebih-lebih kantor pajak—badan
pemerintah, merasa mewakili pemerintah, merasa menjalankan tugas negara. Bukan
hanya pegawai pajak di Indonesia, pegawai IRS (kantor pajak AS) juga ada yang
arogan.
Namun
demikian, tak sedikit juga pegawai pajak yang bersikap sopan dan profesional.
Masalahnya wajib pajak tidak bisa menebak-nebak apakah pegawai yang melakukan
pemeriksaan tergolong arogan atau sopan. Untuk itu, saya selalu menyarankan
agar sikap profesional dijadikan semacam sikap default.
Seberapa
aroganpun sikap pemeriksa (petugas pajak), berusalah untuk tidak emosi—termasuk
jangan menujukan sikap anti-pati (misalnya mengabaikan, berlaku tidak sopan,
bersikap dingin, dll). Sikap anti-pati, acuh tak acuh hanya akan membat proses
pemeriksaan menjadi berlarut-larut. Salah-salah bisa menimbulkan
ketersinggungan. Bagaimanapun juga, petugas pajak juga
manusia. Bagaimanapun juga mereka datang bukan untuk ngajakin berantem.
Pandang tugas mereka pada porsi yang tepat.
Kesalahan
sikap yang umum ditunjukan oleh WP adalah sikap terlalu ramah,
membungkuk-bungkuk. Memperlakukan pemeriksa seperti raja. Jangan. Sikap inipun
sesungguhnya tidak saya rekomendasikan, karena:
- Mencoba berpikir positif, saya percaya petugas pajak yang profesional pasti tidak mengharapkan sikap ramah berlebihan dari WP. Sikap terlalu membungkuk (ramah) ini justr menimbulkan rasa risih—seolah-olah mereka (petugas pajak) bisa dibeli dengan bungkukan badan atau perlakuan istimewa lainnya. Jangan.
- Jika berpikir negatif, membalas sikap arogan dengan sikap membungkuk-bungkuk juga percuma. Bukannya mereka menjadi lebih lunak, yang ada malah makin ditekan karena anda terlihat takut/ciut. Ketakutan biasanya diidentikan dengan ‘merasa melakukan kesalahan’. Jangan biarkan mereka (pemeriksa) sampai berpikir demikian.
Idealnya, usahakan
agar sikap profesional selalu terjaga pada level yang stabil. Tidak anti-pati,
tetapi juga tidak membungkuk-bungkuk.
Lebih
dari sekedar sikap. Jauh lebih penting adalah memahami bahwa, meskipun disebut
‘Wajib’ Pajak, perusahaan juga memiliki hak, untuk:
- Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa. Ini penting. Jangan sampai perusahaan melayani pegawai pajak gadungan. Jika ragu-ragu, hubungi Kantor Pelayanan Pajak di wilayah perusahaan berada untuk memverifikasi apakah orang yang datang ke perusahaan memang petugas resmi.
- Meminta tindasan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak. Setiap pemeriksaan selalu ada surat perintah dari Ditjen Pajak (DJP). Menggunakan kepala (kop) surat resmi, ada tandatangan supervisor, kepala pemeriksa, dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Setempat atau Dirjen Pajak Pusat jika perintah pemeriksaan datang dari pusat.
- Menolak untuk diperiksa, apabila Pemeriksa tidak dapat menunjukan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan, sebaiknya ditolak saja. Wajib pajak berhak untuk menolak jika salah satu saja tidak bisa ditunjukan.
- Menanyakan latar belakang dan tujuan pemeriksaan – Tujuan pemeriksaan beserta dokumen dan data yang diminta biasanya sudah tercantum di dalam surat perintah pemeriksaan. Obyek pajak yang akan diperiksapun biasanya jga dicantmkan. Namun jika dipandang perlu, wajib pajak perhak meminta penjelasan tentang latar belakang, maksud dan tujuan pemeriksaan.
- Meminta tanda bukti peminjaman: buku-buku, catatancatatan, serta dokumen-dokumen yang dipinjam oleh Pemeriksa Pajak. Lokasi pemeriksaan bisa jadi di perusahaan atau di kantor pajak, atau kedua-duanya. Yang paling banyak biasanya kedua-duanya. Sehingga kunjungan pertama ke lokasi wajib pajak biasanya hanya untuk meminta dokumen dan data yang diperlukan dalam rangka melakukan pemeriksaan. Saat menyerahkan dokumen dan data, jangan lupa meminta tanda terima atas penyerahan tersebut.
Setiap
hak selalu disertai oleh kewajiban. Demikian halnya dalam konteks pemeriksaan
pajak. Disamping memiliki hak, wajib pajak juga memiliki kewajiban yang
mau-tidak-mau, suka-tidak-suka, harus dilakukan:
- Wajib pajak, wajib memperlihatkan dan atau meminjamkan: buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP atau objek yang terutang pajak. Dokumen, catatan, dan data apa persisnya? Biasanya dicantumkan dengan jelas di dalam ‘Surat Perintah Pemeriksaan. Misalnya: Akte pendirian perusahaan, data penjualan beserta invoice tahun 2011, Daftar pegawai, Daftar gaji pegawai tahun 2011, dan lain sebagainya.
- Wajib pajak, wajib memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu oleh pemeriksa dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. Apabila WP tidak memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk memasuki tempat atau ruangan tertentu dan menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, maka pemeriksa pajak berwenang melakukan penyegelan. Hal itu dimaksudkan untuk mencegah, agar jangan sampai WP menghilangkan bukti-bukti dan dokumen transaksi.
- Wajib pajak, wajib memberi keterangan yang diperlukan. Ini yang bisa melebar kemana-mana, karena memang tidak tercantum di dalam surat perintah pemeriksaan. Logikanya, segala hal yang terkait dengan tujuan dan obyek pemeriksaan. Sebagai patokan umum, saya selalu menyarankan agar wajib pajak bersikap menjawab saja—artinya jika tidak ditanya tidak perlu diberitahukan dan jika ditanya “jam berapa sekarang?”, tidak perlu menjelaskan proses pembuatan sebuah jam.
Setiap
pemeriksaan akan berujung pada penetapan—yang sudah pasti akan menunjukan bahwa
persusahaan (Wajib Pajak) kurang membayar pajak, alias terhutang pajak. Sebelum
‘Surat Ketetapan Pajak (SKP)’ diterbitkan, pemeriksa biasanya mengeluarkan
‘Hasil Temuan Audit (HTA)’, yang isinya
menunjukan perbedaan-perbedaan antara ‘apa yang telah dilaporkan (dan
dibayarkan) oleh perusahaan’ dengan ‘hasil temuan selama masa pemeriksaan’—termasuk
koreksi yang dilakukan oleh pemeriksa.
HTA
ini bisa sementara atau sudah merupakan temuan final. Dan, Auditor akan meminta
tandatangan persetujuan dari Wajib Pajak. Nah sebelum menyatakan setuju atau
tidak, sebaiknya minta terlebih dahulu rincian berkenaan dengan hal-hal yang
berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan (SPT), termasuk
hasil koreksinya. Jika perlu minta dijelaskan mengenai dasar pengenaan dan
perhitungan-perhitungannya. Wajib pajak perhak untuk meminta itu.
Hal
penting yang perlu diketahui, pemeriksa dalam menemukan angka-angka tersebut,
selalu menggunakan asumsi-asumsi. Ini yang paling penting untuk ditanyakan.
Misalnya: Perusahaan sesungguhnya melakukan ekspor barang (sehingga
seharusnya tidak kena pajak penjualan), tetapi karena tidak ada ‘PemberitahuanEkspor Barang (PEB)’, lalu pemeriksa mengasumsikan itu sebagai penjualan dalam
negeri, sehingga terhutang PPN. Padahal, perusahaan tidak memiliki PEB karena
barang tersebut dikirimkan via kurir (DHL/FedEx/UPS/EMS/Dll), bukan karena
penjualan dalam negeri!
Jika
setelah diberikan perincian dan dijelaskan wajib pajak masih ragu untuk
menyetujui atau menolak hasil pemeriksaan, terutama sekali jika tehutang
pajaknya cukup tinggi, wajib pajak bisa meminta waktu beberapa hari untuk
mempelajari hasil temuan audit tersebut. Hal itu sangat mungkin terjadi, karena
hasil temuan audit biasanya hitung-hitungannya banyak.
Pergunakan
waktu selama penundaan dengan sebaik-baiknya untuk mempelajari hasil temuan
audit tersebut secara mendetail. Jika perlu minta bantuan seorang konsultan
(untuk mereview hasil perhitungan dan asumsi-asumsinya), cukup hanya meminta
review cepat, dan rekomendasi. Tidak perlu meminta mereka untuk mewakili anda
untuk menghadapi pemeriksaan selanjutnya.
Bila
hasil temuan audit anda rasa sangat tinggi dan tidak masuk akal, sudah pasti
berat bagi perusahaan untuk menanggungnya. Ada baiknya anda menghubungi seorang
pengacara untuk memberikan pandangan mengenai aspek hukum yang mungkin akan
timbul bila anda menolak hasil temuan audit tersebut.
Diatas
semuanya itu, menurut saya, jangan sampai bikin stress apalagi
panik—berpikirlah dengan tenang. Jika itu memang kewajiban perusahaan, saya
rasa tidak ada perlunya untuk mencoba menghindarinya. Saya tahu, banyak
konsultan yang suka menyarankan anda untuk melakukan penghindaran (tax
avoidance), itu advise yang sangat berbahaya dan samasekali tidak produktif.
Percayalah itu hanya akan menimbulkan masalah baru.
Sudah
seharusnya pemeriksaan pajak disikapi dengan serius. Hanya saja, kekhawatiran
(apalagi kepenaikan) sesungguhnya samasekali tidak perlu menurut saya.
Samasekali tidak bermanfaat, malahahan bisa menjadi kontra produktif: dijadikan
mainan oleh pemeriksa nakal misalnya, atau paling tidak proses pemeriksaan
menjadi berlarut-larut.
Jika
ada perbedaan-perbedaan kecil, meskipun itu terasa tidak wajar, cobalah untuk
mempertimbangkannya dengan bijak. Buang jauh-jauh emosi yang tak perlu. Coba
perhitungkan kembali risiko yang akan timbul bila terjadi sengketa. Terutama
sekali waktu dan pikiran yang akan tersita—sudah pasti konsentrasi mengelola
perusahaan akan banyak terganggu. Dengan emosi stabil dan pikiran jernih saya
percaya anda bisa mengambil keputusan yang terbaik bagi perusahaan.
No comments:
Post a Comment