Sehingga yang bisa diubah hanya
dasar pengenaan pajaknya diantaranya gaji, insentif, upah, bonus, gratifikasi
dan apapun itu yang bisa menjadi pendapatan pegawai. Setelah itu kita modif
seolah olah pendapatan pegawai lebih kecil dari yang sebenarnya. Tentu
saja tidak asal mengganti angka melainkan menjalankan prosedur - prosedur yang
membuat tindakan mengecilkan PPh 21 agar tidak ketahuan oleh pemeriksa pajak.
Berikut prosedur - prosedur yang
sudah di rangkum dari beberapa orang yang sudah berpengalaman :
Tahapan
Pertama: Pekerjaan Di Daftar Gaji dan Upah Pegawai
Langkah-1. Mengcopy file daftar upah
dan gaji pegawai. Yang diotak-atik nantinya adalah
file copy-nya, sedangkan file aslinya disimpan di eksternal hardisk.
Langkah-2. Membuka copy file daftar
upah dan gaji pegawai di spreadsheet
(Excel misalnya)
Langkah-3. Memisahkan antara
gaji/upah pegawai yang DI ATAS Pendapatan-Kena-Pajak
(PTKP) dengan yang DI BAWAH PTKP. Yang di bawah PTKP singkirkan, yang akan
dikecilkan hanya upah/gaji yang di atas PTKP.
Langkah-4. Menentukan pegawai mana
yang akan dikecilkan dan berapa.
Di titik ini, orang yang ingin memperkecil PPh 21, pastinya mempertimbangkan
banyak hal, tetapi fokus utamanya sudah pasti: membuat agar tidak ketahuan. Dua
pertimbangan utama di langkah ini, yaitu:
- Mempertimbangkan antara target penurunan jumlah nominal yang diinginkan dengan potensi ketahuan. Logika dasarnya: makin agresif, maki tinggi nominal yg berhasil dikecilkan, TETAPI makin besar juga potensi ketahuannya. Demikian sebaliknya. Misalnya: Jika yang diperioritaskan adalah gaji pegawai yg tinggi, pasti nominal yg bisa dikecilkan jadi lebih tinggi, tetapi perubahan mencolok pada gaji-gaji yang tinggi mudah terlihat.
- Mempertimbangkan antara target penurunan jumlah nominal yang diinginkan dengan banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan untuk menutupi. Logikanya masih sama. Jika yang diperioritaskan adalah yang gajinya tinggi, maka makin sedikit jumlah pegawai yang gajinya perlu diturunkan, dan makin sedikit juga pekerjaan yang diperlukan untuk menutupi, TETAPI kemungkinan ketahuannya makin besar. Sebaliknya, jika yang diperioritaskan adalah pegawai yang gajinya kecil, maka makin banyak jumlah pegawai yang harus ditanganisehingga pekerjaan menutupinya juga makin banyak, TETAPI semakin kecil kemungkinannya untuk ketahuan.
Langkah-5. Mengurangi nilai
gaji/upah/bonus/gratifikasi/dll. Setelah
melalui pertimbangan (di langkah-3) dan keputusan sudah diambil, maka angka-angka
gaji/upah/bonus/gratifikasi/dll mulai diotak-atik (intinya dikurangi), sehingga
titik nilai nominal PPh 21 tercapai.
Langkah-6. Sebagai alternative
langkah-5 di atas, bisa dilakukan dengan menghapus
daftar pegawai yang pajaknya mau diturunkan. Ini jalan pintas yang paling cepat
dan mudah dilakukan, tetapi tidak bisa dilakukan dalam jumlah yang banyak,
karena akan sangat mudah terlihat.
Tahap
Kedua: Pekerjaan Di Slip Gaji
Jika hanya daftar gaji saja yang
berubah, sementara slip gaji tidak berubah, maka saat diperiksa oleh auditor
dari Ditjen Pajak, akan mudah ketahuan. Dalam proses audit, besar kemungkinan
pemeriksa meminta arsip slip gaji/upah pegawai.
Pekerjaan di tahapan ini intinya
membuat slip gaji/upah GANDA, khusus untuk pegawai yang pajak gajinya
diturunkan. Slip yang satunya mencantumkan nilai nominal aslinya, sedangkan
slip gaji yang satunya lagi mencantumkan nilai nominal yang sesuai dengan
daftar gaji/upah yang sudah diubah-ubah. Slip yang diarsipkan adalah slip yang
kedua. Jika ada nama pegawai yang dihapus dari daftar gaji, otomatis slipnya
juga tidak dibuat.
Sampai di tahap ini, daftar
gaji/upah dan slip gaji sudah sesuai (matching). Apakah pekerjaanya sudah
selesai? Belum. Masih ada dua tahapan lagi.
Tahap
Ketiga: Pekerjaan Di Proses Pembayaran Gaji
Dalam proses akuntansi dan pajak,
aspek yang sangat penting sifatnya adalah “arus kas”. Jika hanya daftar gaji
dan slip saja yang matching, tetapi tidak tercermin di arus kas, maka akan
sangat mudah ketahuan saat diperiksa oleh auditor DJP.
Dalam setiap proses audit, audit
apapun itu, pemeriksaan arus kas adalah wajib. Dalam hal ini, dokumen
dibandingkan dengan transaksi yang terlihat di kas.
Bagaimana cara mereka (yang
mengecilkan PPh 21) membuat agar daftar gaji, slip gaji dan arus kas menjadi
matching?
Setiap gaji/upah yang nilainya
diubah, dibayarkan dalam bentuk tunai (tidak via transfer atau check). Dengan
begitu, maka auditor tidak akan bisa melacaknya di rekening koran. Inilah yang
menyebabkan mengapa pertimbangan jumlah pegawai yang pajaknya diturunkan
menjadi penting (Tahap kedua langkah-4), karena membayar gaji dalam bentuk
tunai dengan jumlah pegawai yang banyak, sangat merepotkan.
Langkah penghilangan jejak yang
sangat penting di sini adalah: penarikan tunai dilakukan secara bertahap
jauh-jauh hari sebelum tanggal gajian. Dan jumlah yang ditarik melebihi jumlah
gaji yang akan dibayarkan secara tunai. Dengan begitu, maka auditor tidak akan
bisa menghubungkan jumlah nominal penarikan tunai dengan selisih gaji yang
dibayarkan tunai, termasuk tanggalnya. (Ditahap terakhir nanti, anda akan tahu
mengapa ini mereka lakukan.)
Tahap
Keempat: Pengalokasian Selisih Kas
Langkah ini adalah finishing yang
sangat penting. Mereka yang coba-coba melakukan tindakan pengecilan PPh 21
tetapi cerboh—tidak melakukan finishing yang bagus, akan sangat mudah ketahuan.
Tindakan di tahap pertama (mengurangi nominal gaji di daftar gaji) akan
menimbulkan selisih saldo kas, sebesar nominal gaji yang dikurangkan. Mereka
yang cerdik mengalokasikan selisih kas ini dengan cerdik juga. Kemana
dialokasikan?
Sudah pasti ke beberapa akun yang
ada di Laba-Rugi (makin banyak jumlah akun yang menerima pengalokasian, makin
sulit dilacak oleh auditor, dan sebaliknya). Pertanyaanya: akun mana?
Jika dialokasikan ke akun-akun
kelompok ‘Harga Pokok Penjualan’, dampaknya menjadi sangat luas. Terlalu rumit
dan banyak pekerjaan yang harus dilakukan—karena akun-akun ini bisa berdampak
kemana-mana.
Akun yang biasanya dipilih adalah
akun-akun yang ada di kelompok biaya-biaya (di luar HPP). Mereka yang cerboh
biasanya mengambil jalan yang termudah, yaitu dialokasikan ke “Biaya Lain-Lain”
atau “Biaya Perjalanan Dinas”. Jika ini yang dilakukan maka kemungkinan
ketahuannya menjadi sangat besar. Mengapa?
Karena auditor Ditjen Pajak sangat
tahu bahawa kedua akun ini adalah akun tempat penampungan transaksi-transaksi
yang tidak jelas maksud dan tujuannya, penampungan selisih-selisih angka atau
transaksi-transkasi yang tidak ada notanya. Oleh sebab itu, akun “Biaya
Lain-Lain” dan “Biaya Perjalanan Dinas” adalah priotitas pemeriksaan. Apalagi
jika nilai nominalnya tinggi, sudah pasti mengundang kecurigaan auditor.
Jika auditor tidak memiliki cukup
waktu untuk menelusuri transaksi-per-transaksi, maka besar kemungkinan akun
“Biaya Lain-lain” dan “Biaya Perjalanan Dinas” dijadikan koreksi fiskal
positive 100%. Artinya, seluruh biaya di kedua akun ini tidak diakui sebagai
biaya, sehingga laba menjadi naik, otomatis PPh juga naik.
Mereka yang cerdik, mengalokasikan
selisih kas atas pengecilan gaji ke akun-akun di luar “Biaya Lain-Lain” dan
“Biaya Perjalanan Dinas”. Tentu, tidak dialokasikan ke Biaya Listrik atau Biaya
Telepon, karena kedua akun ini memiliki bukti transaksi yang tidak bisa diubah.
No comments:
Post a Comment